Syekh
Umar bin Ahmad Baraja merupakan ulama terkenal. Ia adalah pengarang
kitab al-Akhlaq lil Banin dan al-Akhlaq lil Banat yang
berisi tentang etika anak-anak baik laki-laki maupun perempuan. Karya
tulisnya yang ringkas dan mudah dicerna membuat karangan beliau digunakan
sebagai bahan kurikulum di berbagai madrasah diniyah maupun pesantren-pesantren
di Indonesia. Padahal Syekh Umar tidak dari keluarga ulama tersohor.
Suatu ketika, ulama asal Surabaya ini membocorkan tips
bagaimana tirakat ayahnya, Ahmad Baraja, dahulu sehingga bisa menghasilkan
produk hebat itu. Menurut pengakuan orang tua Syekh Umar, Ahmad Baraja, “Saya
berusaha untuk bisa mendapatkan anak shalih, saya usahakan sejak sebelum saya
punya anak. Saya dulu sering mengaji ke kampung Arab di Surabaya. Nama
kampungnya adalah Kampung Margi. Di sana para ulama besar mengajar, termasuk di
antaranya adalah Habib Abu Bakar, Gresik (waliyullah terkenal yang haulnya
diperingati setahun sekali yaitu setiap dua minggu setelah hari raya Idul adha).”
“Pada
saat saya mengikuti kajian,” lanjut Ahmad Baraja, “saya tidak peduli saya paham
atau tidak, saya pandang wajahnya ulama yang menyampaikan ilmu dengan seksama
sampai terbayang betul wajah ulama tersebut hingga saya pulang sampai rumah.
Setelah sampai rumah, saya hubungi istri saya sembari bayangkan wajah ulama
tersebut. Atas barokahnya membayangkan wajah ulama pada saat senggama tersebut,
saya mempunyai anak Umar Baraja.”
Cerita di atas memberikan pemahaman kepada kita bahwa untuk
mempunyai anak shalih-shalihah, pirantinya sangat banyak, termasuk dimulai
sejak seseorang belum mempunyai anak. Setiap orang pasti berharap anaknya
sukses dunia dan akhirat. Yang lebih penting dari harapan ini adalah
merealisasikannya lewat sejumlah ikhtiar dan perjuangan.
Syekh Said Nursi merupakan tokoh perubahan Turki yang
berjuluk “badi‘uz zaman” terkenal mempunyai kecerdasan luar
biasa. Kamus al-Muhith yang begitu tebal pun mampu ia
hafalkan.
Saat Syekh Said ditanya tentang resep kehebatannya, ia mengaku, “Ibu saya dahulu, pada setiap kali menyusui saya, pasti dalam keadaan mempunyai wudhu. Karena ibu saya mempunyai prinsip bahwa menyusui adalah ibadah.” Artinya, Syekh Said Nursi tumbuh hebat atas tirakat ibunya.
Berikutya, setelah menginjak remaja, menurut Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari dalam kitabnya Adabul Alim wal Muta’allim, syarat menggapai kesuksesan adalah pada saat mencari ilmu harus dengan niat menghidupkan agama Islam di daerahnya masing-masing.
Niat menghidupkan tradisi Islam ini sangat penting. Imam al-Ghazali mempunyai guru, namanya Imam al-Juwaini. Hidupnya di Irak. Pada waktu itu gairah keilmuan di Makkah dan Madinah begitu lesu. Kemudian Syekh al-Juwaini mempunyai niat sangat kuat berupa niat menghidupkan agama Islam, ia kemudian membangkitkan gairah keilmuan dan beragama di Makkah-Madinah. Setelah ia merasa Makkah – Madinah sudah maju, ia kembali lagi ke Baghdad. Atas jasanya inilah, Syekh al-Juwaini dijuluki dengan gelar Imamul Haramain.
Apabila orang tua ingin berhubungan pasutri meniru ayahnya Syekh Umar Baraja, ibu dalam menyusui seperti ibunya Syekh Said Nursi dan kegigihan mengaplikasikan niatnya seperti Imamul Haramain, insyaallah akan menjadi pribadi yang bermaat dan sukses. (Ahmad Mundzir)
Kisah di atas disarikan dari Habib Muhammad bin Husain Anis, Solo saat ceramah di acara Khotmil Qur’an ke-31 dan Haul ke-32 Pesantren Sirojuth Tholibin, Brabo, Grobogan.
Discussion about this post