” Kala itu usia Habib Umar masih sangat Muda ” Habib Ali Al-Jufri mengisahkan awal mula dakwah Habib Umar ” suatu hari ketika beliau keluar dari masjid, ada segerombolan anak muda bertanya kepada Habib Umar :
” Habib.. Menurut anda sepakbola halal atau haram ? “
Habib Umar tersenyum lalu menjawab :
” halal.. Siapa bilang sepakbola haram ? Selama tidak membuat kalian meninggalkan kewajiban seperti sholat dll. Mengapa ? Apakah kalian bermain sepakbola ? “
” Iya Habib.. “
” dimana kalian bermain.. ?”
” di Lapangan itu Habib “
” baik.. Insyaallah nanti aku akan pergi kesana untuk melihat kalian bermain.. “
” Coba kalian perhatikan.. ” Habib Ali mengomentar kisah ini ” jika sekarang kalian melihat Habib Umar hanya mengajar, berceramah dll.. Jangan kalian fikir nanti ketika kalian pulang ke negara kalian masing-masing, kalian hanya akan duduk di Masjid atau pesantren saja dan menunggu orang-orang datang kepada kalian. Kalian juga harus (datang kepada mereka agar kalian) tau keadaan masyarakat disekitar kalian.. “
Sejak saat itu, tiap harinya Habib Umar seringkali turun ke Lapangan, berkumpul, bercanda dan tentunya melihat permainan mereka. Ketika Habib Umar sudah mulai akrab dan dekat dengan mereka, beliau berkata :
” aku sangat ingin melihat permainan kalian.. Tapi ada satu masalah “
” masalah apa Habib ? “
” Kalian bermain memakai celana pendek yang tidak menutupi aurat, sedangkan menurut ulama kita, melihat aurat hukumnya haram “
” Jangan khawatir Habib.. Insyaallah mulai esok kami semua akan menutup Aurat kami.. Yang penting Habib selalu hadir bersama kami “
” Lihatlah ” Habib Ali mengomentari kembali ” Bagaimana dakwah itu harus dengan cara pelan dan perlahan.. Jika dari awal Habib sudah berkata seperti itu kepada mereka, maka jelas mereka tak akan pernah menerima nasehat beliau “
Suatu hari mereka berkata kepada Habib :
” Habib kami akan menghadapi turnamen penting, pemenang turnamen ini akan mendapat piala, kami ingin Habib hadir dan menyaksikan permainan kami “
” darimana kalian dapatkan piala itu ?”
“dari kami sendiri, semua tim yang akan bertanding patungan dan hasilnya kami belikan piala “
” itu harom hukumnya karena termasuk judi.. ” Habib memberi mereka arahan.
” jadi bagaimana solusinya Habib ? Sebuah turnamen harus ada pialanya “
” jika hadiahnya dari peserta maka itu judi, kalau begitu biar aku saja yang membeli pialanya.. “
Akhirnya beliaulah yang membeli piala yang menjadi hadiah utama turnamen tersebut, padahal kehidupan ekonomi beliau pada waktu itu jauh dari kata mencukupi.
Dengan metode dakwah seperti itu, Habib Umar bisa mengambil hati para pemuda tersebut, hingga suatu hari beliau berkata kepada mereka :
” Aku sudah sering datang ke tempat kalian.. Sekarang giliran kalian berkunjung ke tempatku ” kala itu Habib Umar masih belajar + mengajar di Ribath Baidho’, Pesantren asuhan Habib Muhammad Al-Haddar, guru yang juga mertua beliau.
” Habib.. Kami ingin kesana, tapi kami malu. Habib tau sendiri disana adalah tempat para santri, tempat pengajian-pengajian yang jelas tidak layak dan pantas diisi oleh orang seperti kami.. “
” Jangan khawatir.. Aku akan menyiapkan tempat khusus untuk kalian di masjid Lantai dua.. “
Dan mulai saat itu, pemuda-pemuda yang masih nol ilmu agama itu, dengan pakaian-pakaian “gaul” mereka semakin rutin hadir ke Ribath, Habib Umar sendiri yang mendidik mereka, mengajarkan mereka mengaji Al-Quran, menceritakan kepada mereka sejarah-sejarah Nabi.. Meski kebanyakan dari mereka masih miskin adab dan sopan santun, bahkan ketika Habib Mengajar, mereka sudah biasa “selonjoran” kaki di depan beliau, tapi Habib tetap sabar membimbing mereka satu persatu..
” Kalian tahu.. ” pungkas Habib Ali ” para pemuda pemain sepakbola itu.. (Berkat dakwah cinta dan kasih sayang Habib Umar) Sekarang merekalah yang mengisi mimbar-mimbar Masjid di kota Baidho’, merekalah yang menghidupan aktivitas dakwah di Baidho’ dan sekitarnya.. “
Ketika itu Habib Ali seakan berpesan, bahwa untuk membaca sejarah Habib Umar, janganlah melihat titik puncak dimana beliau sekarang berada, dimana beliau mendapat tingginya pangkat dan kemuliaan. Tapi lihatlah jauh ke belakang sana, dimana beliau dengan ketulusan, kesungguhan, dan jerih-payah beliau bisa mendapatkan semua kemuliaan yang bisa kita saksikan saat ini..
Dari kisah Habib Umar diatas, saya teringat sebuah pesan dari Habib Ali Al-Jufri untuk para ulama dan pendakwah. Kala itu beliau berkata :
” sampai kapan kita akan melihat para pemuda (yang jauh dari agama) itu dengan pandangan merendahkan ? Disekitar kita banyak pemuda yang memiliki potensi yang sangat besar.. Yang memiliki peluang untuk menjadi pribadi yang sangat baik. Jika anda lihat ada pemuda yang berambut mohawk, memakai anting dan kalung rantai, memakai celana sobek-sobek.. Ketahuilah bahwa ia bagaikan sebuah permata.. Hanya saja permata itu jatuh dan terkotori oleh sampah-sampah disekitarnya. Maka jangan pernah kita menganggap permata itu bagian dari sampah, tapi kewajiban kita adalah mengambil permata itu, membersihkannya, dan menempatkannya pada tempat yang layak.. “
رب فانفعنا ببركتهم * و اهدنا الحسنى بحرمتهم * و أمتنا في طريقتهم * و معافاة من الفتن
* Ismael Amin Kholil, Bangkalan, 6 November, 2019
Discussion about this post