Mungkin banyak yang bertanya, mengapa asyhurul hurum atau bulan-bulan haram hanya berjumlah empat? Dan mengapa Bulan Dzul Hijjah, Dzul Qo’dah, Muharram dan Rajab saja yang dipilih?
Seluruh ketentuan doktrinal dalam Islam secara sederhana bisa dipetakan pada dua karakter utama; ketentuan dengan argumentasi logis yang bisa dipahami serta dikondisikan, dan ketentuan yang secara prerogratif hanya urusan Allah. Dua-duanya, meskipun sama-sama bersumber dari Allah sebagai syari’, namun memiliki bentuk penyikapan yang berbeda. Ketentuan pertama biasanya berkenaan dengan hukum syari’at secara umum. Seorang muslim bisa saja menyikapi sebuah teks hukum dengan melihat berbagai unsur yang terkandung di dalamnya lalu melahirkan perbedaan dalam hal pengamalan. Sebuah teks atau ketentuan yang memungkinkan seorang Muslim menimbang-nimbang kesimpulan makna dan menarik-ulur muatan hukumnya sesuai dengan konteks ayat tersebut sekaligus konteks kenyataan yang ada. Berbeda dengan ketentuan sebelumnya, jenis ketentuan kedua hanya menuntut ketertundukan dan sikap “iya” tanpa perlu lagi bertanya. Pada ranah ini seoang Muslim hanya dapat memaksimalkan usaha dalam hal menyisir dan menggali “hikmah” di balik ketentuan tersebut.
Berkaitan dengan itu, Asyhuru-l-Hurum bisa dikategorikan ke dalam ketentuan jenis kedua. Ketetapan “keharaman bulan” menjadi hak yang secara penuh diatur oleh Allah swt.. Ketentuan ini mirip, misalnya, dengan ketentuan terkait penetapan bulan-bulan pelaksanaan ibadah haji. Sebagaimana firman Allah SWT.;
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَاأُولِي الْأَلْبَابِ (197)
Kita tidak bisa mempertanyakan misalnya mengapa umat Islam harus berhaji di bulan-bulan tersebut? Atau berpikiran akan mengubah bulan-bulan pelaksaan ibadah haji di bulan-bulan lainnya di luar ketetuan tersebut. Tidak bisa. Apa yang bisa kita upayakan adalah menggali kemungkinan-kemungkinan “hikmah” dari ketetapan yang Allah swt. maktubkan dalam al-Qur’an tersebut.
Asyhuru-l-Hurum, sebagaimana asyhuru-l-ma’lumat dalam Haji, merupakan ketetapan yang Allah swt. buat dan sudah berlangsung serta diyakini bukan hanya oleh umat Islam saja. Kesakralan empat bulan asyhuru-l-hurum adalah ketentuan murni yang rahasia kesakralannya hanya bisa kita sandarkan pada ‘Ilm-nya Allah swt. Kalaupun mau diterka dan dicari kemungkinan logisnya, kembali kepada premis awal yang kami sampaikan di pembukaan tulisan ini, sakralitas bulan-bulan haram terkait erat dengan peran “waktu” dalam kehidupan manusia; suatu peran yang bersifat ketuhanan, yang meskipun tidak tampak secara praksis namun menentukan gerak kehidupan alam semesta. Peran “waktu” yang begitu substansial mendapatkan legitimasi sakralitasnya ketika hanya Allah swt.-lah yang mempunyai hak untuk mengaturnya (termasuk di dalamnya menentukan asyhuru-l-hurum). Ini indikasi pertama.
Discussion about this post