Khutbah I
فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Jauh-jauh hari umat Islam menunggu datangnya bulan suci Ramadhan. Bahkan Rasulullah sendiri memberikan teladan doa yang dilantukan sejak bulan Rajab. Doa tersebut berbunyi:
“Duhai Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan bulan Sya’ban dan pertemukanlah kami dengan bulan Ramadlan.”
Kerinduan orang terhadap Ramadhan adalah hal yang wajar, karena di bulan suci itulah berbagai karunia agung dilimpahkan, yang tidak kita temukan di bulan-bulan lainnya. dalam sebuah hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim dikatakan:
Artinya: “Ketika masuk bulan Ramadlan maka setan-setan dibelenggu, pintu-pintu surga dibuka, dan pintu-pintu neraka ditutup.”
Hadits ini bisa kita maknai secara haqiqi (harfiah), bisa pula kita maknai secara majazi (metaforis). Secara metaforis, hadits tersebut ingin menunjukkan bahwa jalan menuju kebaikan di bulan Ramadhan sangatlah mudah. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa sepertiga pertama Ramadhan adalah rahmah (kasish sayang), sepertiga kedua adalah maghfirah (ampunan), dan sepertiga terakhir adalah pembebasan dari api neraka. Belum lagi pelipatgandaan pahala kebaikan dan keutaman-keutamaan lain, seperti Lailatul Qadar yang merupakan malam ibadah yang setara dengan seribu bulan.
Dengan bahasa lain, Allah telah membukakan pintu kebaikan seluas-luasnya di bulan Ramadhan dengan berbagai keistimewaan. Ini adalah iming-iming yang menggiurkan bagi mereka yang mengimani pahala dan kehidupan akhirat. Di sisi lain, orang yang berpuasa dituntut untuk sanggup mengekang dirinya sendiri, baik secara fisik maupun batin, baik dari makan dan minum maupun perbuatan maksiat. Inilah makna “setan terbelenggu” secara majazi, di mana orang yang berpuasa disediakan fasilitas khusus agar mudah menghindari dosa dan meraih pahala.
Jamaah shalat jum’at rahimakumullah,
Lantas apa yang mesti kita siapkan dalam rangka menyambut bulan suci itu? Umumnya kita lihat tiap menjelang Ramadhan pasar-pasar menjadi kian ramai dan pusat-pusat perbelanjaan kita sesak. Orang-orang dengan antusias mempersiapkan diri menyambut peralihan kebiasaan baru selama sebulan, yakni tidak makan dan minum pada siang hari. Mereka berbelanja sejumlah bahan makanan khusus karena ingin mendapat kesan berbuka atau makan sahur yang terbaik. Begitu pula persiapan biasanya juga ada pada segi busana atau perlengkapan ibadah.
Namun demikian, mesti kita catat bahwa berbagai persiapan tersebut baru sebatas level persiapan fisik. Seluruhnya disediakan untuk memaksimalkan diri menjalankan ibadah Ramadhan lebih nyaman, tenang, dan intensif selama satu bulan. Yang paling penting dari semuan itu adalah persiapan dari segi batin. Yang disebutkan terakhir ini membutuhkan kemantapan hati yang bulat, tekad pribadi kuat, dan penataan niat yang benar-benar lurus.
Ibarat sebuah perjalanan, Ramadhan adalah perjalanan jauh. Puasa di dalamnya berbeda dari puasa-puasa pada hari biasa. Nilai penting dari bulan suci ini berlipat-lipat. Puasa pada bulan Ramadhan bestatus wajib bagi seluruh umat Islam yang baligh dan berakal. Apresiasi Allah bagi orang-orang yang menjalankan ibadah pun tergolong sangat spesial. Dengan demikian, menuju Ramadhan membutuhkan perbekalan yang cukup agar selama “perjalanan” selama satu bulan berlangsung dengan lancar, tanpa hambatan.
Jamaah shalat jum’at rahimakumullah,
Sebagai sebuah perjalanan, Ramadhan tentu punya arah dan tujuan yang jelas. Tujuan tersebut secara tegas disebutkan dalam Surat Al-Baqarah ayat 183:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.”
Dari ayat ini jelas bahwa tujuan berpuasa adalah agar kita bertakwa. Takwa sejatinya adalah kewajiban. Al-Qur’an memerintahkan bahwa kita wajib bertakwa kepada Allah dengan sebenar-benar takwa, dan memperingatkan secara keras agar tidak mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.
Jika takwa dalam Surat Al-Baqarah ayat 183 menjadi tujuan berpuasa, maka puasa Ramadhan tidak lain adalah sebuah perjalanan mencapai tujuan tersebut. Sebagaimana kita tahu, tak semua perjalanan berlangsung mulus. Akibat godaan-godaan tertentu, seorang penempuh perjalanan bisa saja tidak sampai tujuan sebenarnya. Entah karena bingung arah, tujuan yang bercabang-cabang, atau hambatan-habatan lain yang membuat kita tidak fokus pada tujuan. Begitu pula ketika kita berpuasa. Tidak otomatis shaim (orang yang berpuasa) selalu pasti menjadi muttaqin (orang yang bertakwa). Karena, meski tidak dapat dipisahkan satu sama lain, puasa dan takwa adalah dua hal yang berbeda: yang satunya adalah perjalanan dan satunya lagi adalah tujuan.
Takwa bisa dimaknai sebagai kesadaran ilahiah, di mana manusia menyadari penuh akan kehadiran Allah dalam setiap ruang dan waktu. Takwa antara lain berefek pada kian ditaatinya seluruh perintah Allah dan dijauhinya segala larangan-larangan-Nya.
Lalu apa indikator takwa? Al-Qur’an salah satunya menyebut ciri orang bertakwa adalah:
Yaitu orang-orang yang berinfak di saat senang dan susah, orang-orang yang menahan amarah, dan orang-orang yang memberi maaf kepada orang lain. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS Al-Maidah: 134)
Orang yang bertakwa berarti pula orang yang memiliki hati yang lembut, tidak mementingkan diri sendiri, dan tidak pula orang-orang yang sombong. Hal tersebut kemudian mengejawantah dalam perilaku suka memberi pertolongan kepada orang lain, mudah memaafkan, dan mampu berpikir jernih dan rasional—tidak emosional.
Orang yang bartakwa juga dicirikan sebagai orang yang tak mudah silau dengan kehidupan duniawi. Sikap dan perilakunya berorientasi akhirat. Sebagaimana dikatakan Al-Qur’an:
Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya? (Q.S. al-An’am: 32).
Dengan kriteria takwa yang demikian, kita bisa mulai menata niat dari sekarang untuk menempuh perjalanan ibadah puasa dengan kualitas yang tinggi. Kualitas tersebut diraih manakala seorang yang menjalankan ibadah Ramadhan fokus dan bertekad kuat sampai pada tujuan akhirnya: takwa. Niat dan tekad tentu lebih dari sekadar urusan fisik, melainkan batin yang kadang susah ditaklukkan karena harus bermusuhan dengan diri sendiri, nafsu atau ego sendiri. Semoga kita bisa melewatinya dengan kuat dan istiqamah.
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Alif Budi Luhur
sumber asli
http://www.nu.or.id/post/read/78260/apa-yang-sudah-kita-persiapkan-untuk-ramadhan
Discussion about this post