Khutbah I
اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ جَعَلَ رَمَضَانَ شَهْرًا مُبَارَكًا، وَقِيَامَ لَيَالِيْهِ تَطَوُّعًا، وَصِيَامَ نَهَارِهِ وَاجِبًا، وَثَوَابَ الْعَمَلِ فِيْهِ مُضَاعَفًا. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ سَيِّدُ وَلَدِ عَدْنَان. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلَّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَصَحْبِهِ ذَوِيْ الْمَجْدِ وَالْعِرْفَان. أَمَّا بَعْدُ فَـيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِيْ الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Menjadi keharusan bagi kita selaku umat Islam untuk senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan pada Allah subhanahu wata’ala yang telah memberi anugerah kenikmatan khususnya umur panjang sehingga kita pada tahun ini masih bisa bertemu kembali dengan bulan suci Ramadhan. Mari maksimalkan kesempatan ini untuk menggapai berkah dan ridha Allah dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.
Terlebih pada bulan Ramadhan, status keimanan dan ketakwaan menandai perintah Allah terkait dengan ibadah puasa yang termaktub dalam Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 183:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” Kita perlu perhatikan bahwa ayat ini diawali dengan keimanan dan diakhiri dengan ketakwaan.
Di awal ayat, Allah subhanahu wata’ala memerintahkan secara langsung berpuasa di bulan Ramadhan kepada orang-orang yang beriman dan mengakhiri ayat ini dengan tujuan dari berpuasa yakni agar menjadi insan yang bertakwa. Orang yang beriman akan senantiasa menjaga diri untuk senantiasa tidak melanggar perintah Allah dan melakukan hal yang dilarang oleh Allah.
Sementara orang yang bertakwa akan menjalankan segala perintah dan meninggalkan larangan Allah didasari dengan keimanan dari hati tanpa ada keterpaksaan. Jika kita termasuk orang-orang yang beriman, maka tidak akan ada rasa keberatan sedikit pun dalam jiwa kita untuk melaksanakan perintah berpuasa ini dengan keikhlasan.
Akan berbeda dengan seseorang yang tidak ada keimanan dalam dirinya. Pastilah ia akan merasakan berat untuk menjalankan puasa karena harus menahan diri dari segala yang membatalkan seperti makan dan minum serta perbuatan lain yang bisa menggugurkan pahala puasa. Bisa jadi ia akan berpuasa bukan karena Allah subhanahu wata’ala, namun karena ingin terlihat atau takut dan malu pada manusia sehingga sering melakukan kebohongan dengan mengatakan berpuasa kepada orang lain, padahal ia tidak berpuasa.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Di dalam Al-Qur’an kata iman dan takwa banyak yang disandingkan untuk mengingatkan kita semua bahwa ada pertalian yang kuat antara iman dan takwa. Di antaranya yang sering disampaikan oleh para khatib Jumat dalam wasiat takwanya dengan mengutip ayat Al-Qur’an surat Al-Imran ayat 102 yakni:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.” Dalam Tafsir Al-Qur’an Kementerian Agama RI disebutkan bahwa agar umat Islam memperoleh keimanan yang kuat dan tidak goyah ketika mendapat cobaan, maka ia harus bertakwa dengan sebenar-benar takwa kepada Allah subhanahu wata’ala, sesuai kebesaran, keagungan, dan kasih sayang-Nya kepada manusia.
Bukti ketakwaan ini adalah menaati Allah dengan tidak sekali pun durhaka, mengingat-Nya dengan tidak sesaat pun melupakan-Nya, mensyukuri nikmat-Nya dengan tanpa sekali pun dan sekecil apa pun mengingkarinya sampai batas akhir kemampuan manusia. Dari hal ini kita menyadari bahwa hubungan antara ketakwaan dengan keimanan harus bersumber dari dalam hati.
Jika tidak didasari dari hati, maka bisa jadi keimanan tidak membawa kapada ketakwaan dan sebaliknya ketakwaan tidak akan maksimal dan tidak akan menguatkan keimanan. Maka keimanan dan ketakwaan inilah yang diolah kualitasnya melalui ibadah puasa agar keduanya bisa tertancap dengan baik pada diri seorang Muslim. Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Perintah berpuasa diturunkan pada bulan Sya’ban tahun kedua Hijriah, ketika Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mulai membangun pemerintahan yang berwibawa dan mengatur masyarakat baru.
Maka dapat dirasakan, bahwa puasa itu sangat penting artinya dalam membentuk manusia yang dapat menerima dan melaksanakan tugas-tugas besar dan suci. Oleh karena itu para ulama banyak memberikan uraian tentang hikmah berpuasa di antaranya untuk mempertinggi budi pekerti, menimbulkan kesadaran dan kasih sayang terhadap orang-orang miskin, orang-orang lemah yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, melatih jiwa dan jasmani, menambah kesehatan dan lain sebagainya.
Orang yang beriman dan bertakwa dalam puasanya, harus peka dan mampu merasakan penderitaan orang lain dengan berbagi di bulan Ramadhan. Bukan malah mendorongnya untuk mencari dan mempersiapkan bermacam-macam makanan pada siang hari untuk melepaskan lapar dan dahaganya di kala berbuka pada malam harinya. Jika ini yang terjadi, maka puasa yang dilakukan hanya dimaknai sebagai sebuah ritual ibadah dan tidak memberi dampak kebatinan dan sosial.
Predikat takwa yang memang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan, dan merupakan pencapaian akhir dari prosesi puasa, seharusnya bukan hanya membekas secara individu dan hanya bentuk melaksanakan perintah Allah subhanahu wata’ala. Derajat ketaqwaan yang didapat harus memiliki dimensi yang lebih luas yakni untuk kemanusiaan sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Imran ayat 133-134:
وَسَارِعُوْٓا اِلٰى مَغْفِرَةٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمٰوٰتُ وَالْاَرْضُۙ اُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَۙ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكَاظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ
Artinya: Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan, Melalui ayat ini kita bisa mengetahui bahwa ciri orang yang bertakwa adalah memiliki kepekaan sosial dengan menafkahkan hartanya untuk membantu orang lain dikala lapang maupun sempit.
Orang bertakwa juga memiliki tenggang rasa pada orang lain dalam bentuk menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang lain. Semua ciri takwan ini benar-benar dilatih dalam ibadah puasa dan ini membuktikan adanya pertalian antara iman, takwa, dan puasa. Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Oleh karena itu, mari kita menguatkan tekad untuk menjadikan momentum Ramadhan kali ini sebagai Ramadhan terbaik dalam sejarah hidup kita. Kita tidak bisa menggaransi jika kita masih bisa bertemu dengan Ramadhan-Ramadhan di tahun yang akan datang.
Mari maksimalkan kualitas dan kuantitas puasa dan ibadah kita lainnya di bulan suci ini untuk mewujudkan keimanan kita agar mencapai predikat takwa. Semoga Allah subhanahu wata’ala menjadikan puasa kita sebagai wasilah terhindarnya kita dari siksa api neraka sebagai sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari Abu Hurairah RA yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya: “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu.” Semoga Allah mengabulkan harapan kita semua. Amin
جَعَلَنا اللهُ وَإيَّاكم مِنَ الفَائِزِين الآمِنِين، وَأدْخَلَنَا وإِيَّاكم فِي زُمْرَةِ عِبَادِهِ المُؤْمِنِيْنَ الْمُتَّقِيْنۙ .أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ Khutbah II اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اَللَّهُمَّ رَبَّنَا تَـقَـبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا وَصِيَا مَنَا وَرُكُوْ عَنَا وَسُجُوْدَنَا وَقُعُوْدَنَا وَتَضَرُّ عَنَا وَتَخَشُّوْ عَنَا وَتَعَبُّدَنَا وَتَمِّمْ تَقْصِيْرَ نَا يَا اَلله يَا رَبَّ الْعَا لَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ إِنّا نَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْهَرَمِ وَالْبٌخْلِ وَ نَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِا الْقَبْرِوَمِنْ فِتْنَتِ الْمَحْيَا وَاْلمَمَاتِ. اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
H Muhammad Faizin, Sekretaris PCNU Kabupaten Pringsewu, Lampung
Discussion about this post