Ma`had Aly adalah sebuah perguruan tinggi pesantren yang telah diatur melalui Peraturan Menteri Agama Nomor 71 Tahun 2015. Hingga saat ini telah berdiri sebanyak 35 Ma`had Aly yang tersebar di berbagai wilayah tanah air dan 13 diantaranya telah memasuki tahun ketiga sehingga harus mempersiapkan proses akreditasi secepatnya. Proses akreditasi ini untuk membangun akuntabilitas kepada masyarakat sekaligus rekognisi kepada lulusan dan tradisi akademik yang dikembangkannya.
Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Ahmad Zayadi, Direktur Pendidikan Diniyah Pondok Pesantren dalam Agenda Penyusunan Instrumen Akreditasi Ma`had Aly. “Proses akreditasi itu penting untuk membangun akuntabilitas kepada masyarakat, tapi tidak semata-mata dari sisi layanan akademiknya saja. Tapi bagaimana caranya dengan proses akreditasi ini bisa dimaknai sebagai perlindungan untuk menjadikan Ma`had Aly sebagai Ma`had Aly dengan tradisi akademik berbasis kitab kuning yang sesungguhnya, bukan sebagai perguruan tinggi pada umumnya,” tegas Zayadi, Senin (05/11).
Dalam proses akreditasi Ma`had Aly nantinya, diksi yang dipakai bukan sekedar peningkatan mutu pendidikan. Tetapi lebih dari itu, untuk melindungi keunikan Ma`had Aly yang berbeda dengan Perguruan Tinggi Keagamaan lainnya. “Diksi yang dipakai adalah bagaimana cara kerja akreditasi ini untuk melindungi keunikan Ma`had Aly,” imbuhnya.
Lebih lanjut Zayadi berharap agar proses penyusunan instrumennya berbasis kualitatif karena modelnya yang berbeda dengan perguruan tinggi lainnya. Proses pemondokan selama masa pembelajaran menjadi pertimbangan utama, termasuk durasi belajar selama 24 jam.
“Intrumennya seperti apa? Memang sulit kalau kita keluar dari pakem kualitatif karena model kualitatif ini hanya berdasarkan angka-angka. Jadi model instrumennya perlu dirumuskan seefektif mungkin. Sedangkan model kelembagaannya sudah diatur melalui Majelis Masyayikh yang sudah diatur oleh Keputusan Dirjen Pendis dan akan dinaikkan menjadi Peraturan Menteri Agama,” tegas Zayadi.
Kendati demikian, semangat yang ingin dilakukan oleh Direktorat PD-Pontren bersama Asosiasi Ma`had Aly Indonesia (AMALY) ini disadari pasti akan menuai badai kritik dari berbagai kalangan. “Pasti akan banyak yang mengkritisi ikhtiar yang kita lakukan karena ini khariqul `adah (tidak biasanya/tidak umum) dan setiap komponen serta instrumen yang ditawarkannya bersifat baru. Tapi kita siap dan senuanya hatus dicoba,” tambah Zayadi mengakhiri arahannya.
Pada sesi lanjutan, Cecep Rustana selaku narasumber juga melihat bahwa Ma`had Aly adalah entitas yang berbeda dengan perguruan tinggi lainnya. “Model pendidikan ini tidak sama karena lahir ditengah-tengah pesantren dan hanya bisa diikuti oleh kalangan santri mukim dengan pembelajaran penuh waktu hingga 24 jam. Intrumennya harus menilai proses pembelajaran yang berbasis kitab kuning dengan tempo belajar penuh waktu,” tegasnya.
Kegiatan Penyusunan Instrumen ini dilaksanakan selama dua hari dan dihadiri oleh tujuh (7) perwakilan Ma`had Aly Indonesia. Mereka berasal dari Ma`had Aly Salafiyah Syafiiyah Situbondo, Ma`had Aly Hasyim Asy`ary Jombang, Ma`had Aly Sengkang, Ma`had Aly Pidie Aceh, Ma`had Aly Kalimantan Selatan, Ma`had Aly Jakarta, dan Ma`had Aly Termas, Pacitan.
semoga kedepannya ada makhad aly Sabilul Hasanah pertama di Sumatera Selatan
Discussion about this post