Setelah selama tiga tahun baginda Rasul Saw berdakwah secara samar, dikakukan dengan cara bersembunyi-sembunyi, lalu beliau diperintah Allah Swt untuk berdakwah secara terang-terangan yang ditandai dengan turunya firman Allah Swt:
وَأَنذِرْ عَشِيرَتَكَ الأقْرَبِينَ
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat,” [QS. asy Syu’ara: 214].
Kemudian, setelah ayat ini turun, baginda Rasulillah Saw pergi naik keatas bukit Shafa seraya mengundang orang-orang Quraisy untuk berkumpul. Akhirnya mereka semuanya berkumpul. Setelah itu, Rasulullah Saw berkata dengan suara yang keras: “Wahai Bani Ka’ab bin Luaiyi, selamatkanlah diri kalian dari Neraka. Wahai Bani Murrah bin Ka’ab, selamatkanlah diri kalian dari Neraka. Wahai Bani Abdus Syams, selamatkanlah diri kalian dari Neraka. Wahai Bani Abdi Manaf, selamatkanlah diri kalian dari Neraka. Wahai Bani Hasyim, selamatkanlah diri kalian dari Neraka. Wahai Bani Abdi al Muththalib, selamatkanlah diri kalian dari Neraka. Wahai Fatimah, selamatkanlah dirimu dari Neraka.
Sesungguhnya aku tidak memiliki (kemampuan dan kekuatan apapun untuk bisa) menyelamatkan kalian dari (siksaan) Allah, melainkan kalian adalah kerabatku, maka aku akan menyambung tali kekerabatan itu.”
Dalam riwayat yang lain kurang lebihnya disebutkan sebagai berikut, bahwa pada saat itu, dihadapan orang-orang Quraisy yang telah berkumpul, baginda Rasul Saw berkata: “Beri tahu aku, jika aku memberi tahu kalian bahwa ada kuda yang datang dari lereng gunung ini hendak menyerang kalian, apakah kalian akan membenarkan aku (mempercayaiku)?.
Mereka serentak menjawab: “Tentu. Karena kami tahu, kamu selama ini tidak pernah berbohong”. Lalu beliau berkata: “Sesungguhnya kalian aku peringatkan akan datangnya adzab yang berat”. Mendengar ucapan ini, Abu Lahab berkata: “Apakah untuk ini engkau mengumpulkan kami?! Celakalah kamu”. Lalu turunlah ayat:
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ
“Binasalah kedua tangan (diri) abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.” [QS. al Lahab: 1].
Setelah mendengar ayat ini, lalu Abu Lahab berkata: “Jika apa yang dikatakan keponakanku ini nyata, maka adzab itu akan aku tebus dengan harta dan anakku”. Lalu turunlah ayat-ayat berikutnya:
{مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ. سَيَصْلَى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ. وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ. فِي جِيْدِهَا حَبْلٌ مِنْ مَسَدٍ}
“Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. yang di lehernya ada tali dari sabut.” [QS. al Lahab: 2-5].
Semenjak dan setelah peristiwa tersebut, maka caci makian, cemoohan, rintangan, ancaman dan lain sebagainya selalu datang bertubi-tubi menimpa baginda Rasulillah Mihammad Saw dan juga para sahabatnya. Semakin hari bukan semakin meredah, justeru sebaliknya, semakin bertambah, bahkan sampai pada ancaman, rekayasa dan usaha membunuh baginda Rasulillah Muhammad Saw.
Untuk contoh hal tersebut yang berkaitan dengan baginda Rasul Saw, sebagiannya sudah dijelaskan dalam status (tulisan) saya “Tiga Peristiwa Penting Di Bulan Maulid”. Insya Allah, pada satus-satus (tulisan-tulisan) berikutnya, terlebih pada saat mendekati hijrah ke Madinah, pada saat setelah meninggalnya Dewi Khadijah dan Abu Thalib, pada saat hijrah ke Thaif dan lain sebagainya. Insya Allah.
Sedangkan caci makian, pemghinaan, cemoohan, rintangan, penyiksaan, bahkan sampai pada pembunuhan yang berkaitan dengan para sahabatnya Radliyallahu anhum bisa dicontohkan dengan suatu peristiwa yang melatar belakngi turunnya (asbab an nuzulnya) ayat:
{مَنْ كَفَرَ بِاللهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلاّ مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالإِيمَانِ وَلَكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ} [النحل: 106]
“Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (maka Allah Swt akan murka kepadanya), kecuali orang yang dipaksa kafir (dipaksa mengucapkan kalimat kufur), sedangkan (didalam) hatinya tetap tenang dalam beriman (maka dia tidak dimurkai oleh Allah Swt), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran (mengucapkan kalimat kufur), maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya adzab yang besar.” [QS. an Nahl: 106].
Termasuk sahabat yang mula-mula memeluk Islam, selain yang telah disebutkan dalam setatus “Memulai Dakwah Dengan Samar” adalah: “Ammar bin Yasir, ayahnya yang bernama Yasir bin ‘Amir dan ibunya yang bernama Sumaiyyah”. Yasir bin Amir dan Isterinya Sumaiyyah, keduanya dibunuh oleh Abu Jahal karena tetap beriman, tetap beriman kepada Allah Swt, tidak mau menyebut Tuhan Laata, Uzza dll. Lebih tragis dan kejam lagi adalah siksaan yang dilakukan oleg Abu Jahal terhadap Sumaiyyah, ibundanya Amar bin Yasir. Tubuhnya diikat diantara dua ekor onta, lalu ontanya dijalankan ditengah-tengah padang pasir yang panas. Etelah itu, farjinya ditusuk dengan tumbak hingga mati, karena tetap teguh mempertahankan keimanannya. Inna lillahi wa inna ilahi raji’un. Keduanya adalah termasuk sahabat yang mula-mula mati syahid dalam Islam.
Sedangkan Ammar bin Yasir, dalam kondisi penyiksaan yang begitu dahsyat, dengan terpaksa ia mengucapkan kalimat kufur hingga ia selamat dari penyiksaan yang lebih dahsyat lagi, dari penyiksaan yang berkelanjutan dan tidak berakhir dengan pembunuhan. Kemudian, apa yang dilakukan oleh Ammar ini dilaporkan kepada baginda Rasul Saw bahwa Ammar telah kufur (mengucapkan kalimat kufur). Mendengar laporan ini, baginda Rasul Saw menjawab: “Tidak, tidak begitu. Sesungguhnya Ammar itu, mulai dari kepala sampai telapak kakinya penuh dengan keimanan.
Keimanannya sudah melekat dan berbawur dengan darah dan dagingnya”. Selang beberapa saat, Ammar bin Yasir datang menemui baginda Rasul Saw sambil menangis. Lalu beliau bertanya: “Wahai Ammar, ada apa?”. “Keburukan, wahai Rasulullah.. Aku menyebut Tuhan (Berhala-berhala) mereka dengan baik (Aku terpaksa mengucapkan kalimat kufur)”, jawab Ammar. Lalu Rasul Saw bertanya: “Bagaimana yang ada dalam hatimu?”. Ammar bin Yasir menjawab: “Hatiku tetap dalam Iman”. kemudian Rasulullah Saw mengusap kedua matanya seraya berkata: “Jika mereka mengulang kembali (paksaan mengucapkan kalimat kufur) kepadamu, maka (kalimat kufur itu) ucapkan lagi kepada mereka”.
Kurang lebihnya demikian penjelasan Ahmad as Shawi al Maliki dalam kitab Tafsirnya. Selanjutnya ia mengatakan: “Apa yang dilakukan oleh Ammar bin Yasir ini menunjukkan bahwa mengucapkan (kalimat) kufur itu diperbolehkan jikat takut dibunuh. Namun demikian, dibunuh itu masih lebih bagus dari pada mengucapkan kalimat kufur”. Termasuk boleh mengucapkan kalimat kufur dalam kondisi yang demikian ini, juga boleh melakukan perbuatan kufur dalam kondisi yang sama, selama hatinya tetap dalam keimanan. Wallahu a’lam bisshawab.
KH Nashir Fattah (Pengasuh Pondok Pesantren Al Fathimiyah Tambakberas Jombang / Rois Syuriah PCNU Jombang.
Discussion about this post