Oleh: KH. Amir Jamiluddin*
أَلْحَمْدُ لِلهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَفِيُّهُ وَخَلِيْلُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، أَمَّا بَعْدُ
فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ، وَاتَّقُوْا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ خَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَسَبَّحَ لَهُ كُلُّ شَيْءٍ، كَمَا قَالَ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ فِي سُوْرَةِ الْاِسْرَاءِ
Maasiral muslimin rahimakumullah
Kewajiban kita bersama yang paling utama ialah bertakwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan senantiasa meningkatkan nilai ketakwaan itu semampu kita. Kita juga wajib berusaha agar semua amal dan perbuatan kita di dunia ini dapat terkontrol oleh nilai-nilai takwa yang ada dalam diri kita. Kita juga wajib berharap memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar perjalanan hidup kita dan seluruh kaum muslimin ini mendapatkan hidayah, taufiq, rahmat, dan ridho dari Allah subhanahu wa ta’ala. Sehingga dapat mencapai kebahagiaan dunia akhirat. Tentu itu semua harus disertai dengan amal yang saleh. Sebab harapan yang tidak disertai dengan amal yang saleh itu hanyalah angan-angan belaka.
Maasiral muslimin rahimakumullah
Orang-orang yang arif selalu menginginkan keseimbangan antara mengamalkan memenuhi hak-hak Allah dalam beribadah serta memenuhi hak-hak manusiawi dengan bermuamalah secara benar. Semakin meluasnya fitnah di akhir zaman ini, semakin tidak terasa akan semakin menyeret amarah dan memancing tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan syariat. Tidak sesuai dengan norma keagamaan.
Karena itu, sungguh dahsyat hati orang yang mampu menahan amarahnya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (surah Ali Imran 134);
الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“Yaitu orang-orang yang berinfaq, baik di waktu lapang atau di waktu yang sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.”
Maasiral muslimin
Artinya, ayat ini menggambarkan bahwa salah satu tanda orang yang bertakwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala adalah kemampuan mereka untuk mengendalikan amarahnya. Juga sebagai tanda kedewasaan diri dan kematangan jati dirinya. Kematangan jiwanya. Artinya, semua itu kembali kepada masing-masing pribadi yang mempunyai nilai-nilai takwa di dalam hatinya. Mereka bukanlah benda yang mati, yang tidak memiliki perasaan, namun mereka memiliki hati yang tebal setebal baja yang mampu meredam amarahnya.
Kepedihan hidup ini yang dirasakan. Kepahitan dalam hidup yang dirasakan, caci maki orang, tidak akan mampu menggoyah kebijaksanaan dalam jiwanya. Caci maki dan tekanan-tekanan yang membuatnya resah, tidak mampu menyedihkan dan menggoyahkannya dari bertakwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Bagi mereka, kesabaran walaupun pahit adalah sebuah penantian yang akan memberikan hasil yang manis bagi mereka nantinya. Sementara dendam dan amarah yang akan meluap-luap dalam hati akan menyebabkan kesusahan yang berakhir pada kerugian dan penyesalan.
Maasiral muslimin rahimakumullah
Bila kita bertanya, apa faktor yang membuat mereka kuat menahan amarah. Tentu jawabannya adalah keyakinan mereka yang sangat kuat kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Orang-orang yang bertakwa lebih memilih diam, tidak membalas dendam. Karena mereka yakin bahwa Allah subhanahu wa ta’ala akan membalasnya dengan lebih indah. Orang-orang yang bertakwa sangat yakin bahwa Allah subhanahu wa ta’ala selalu melihat kondisi mereka, mendengar rintihan mereka, merasakan kepedihan mereka, dan Allah subhanahu wa ta’ala tidak akan diam atas semua itu.
Maasiral muslimin rahimakumullah
Dalam beberapa kitab tafsir yang membicarakan tentang ayat ini, dikutip sebuah kisah indah tentang cucu nabiyullah shallahu ‘alaihi wa sallam yakni Imam Ali Zainal Abidin. Ketika itu, Imam Ali Zainal Abidin hendak melaksanakan shalat dan berwudlu. Ternyata hamba sahayanya membantu Imam Ali dengan menuangkan air dari kendi. Namun tidak disangka, air di atas kendi itu tiba-tiba terjatuh dan melukai sang Imam. Maka ketika itu Imam Ali Zainal Abidin menoleh kepadanya.
Saking takutnya, hamba sahaya ini seketika itu juga melafadkan ayat Allah; wa al-kaḍimina al-ghaida yakni orang-orang yang mampu menahan amarahnya. Lalu Imam Zainal Abidin mengatakan, ‘Saya telah menahan amarahku’. Selanjutnya budak ini mengatakan, ‘Wa al-‘afina an al-nas’. Lalu Imam Ali Zainal Abidin berkata, ‘Saya sungguh telah memaafkan engkau’. Dan budak ini mengakhiri dengan, ‘Wallahu yuhibbu al-muhsinin’. Maka Imam Ali Zainal Abidin mengatakan, ‘Sungguh demi Allah, engkau telah merdeka karena Allah. Maka pergilah’.
Maasiral muslimin rahimakumullah
Begitu dekat Imam Zainal Abidin, begitu sontak hatinya ketika mendengar ayat yang dibacakan dihadapannya dalam keadaan amarah. Langsung bisa meredam amarahnya dan bisa memaafkan kesalahan orang lain.
Seperti itulah, yang diinginkan dari setiap pribadi-pribadi muslim. Ketika menghadapi kesalahan orang lain, menghadapi kelalaian, baik disengaja ataupun tidak disengaja, maka secepat mungkin bisalah untuk memaafkan dan meredam amarahnya. Lalu setelah itu Allah pasti membalasnya dengan lebih baik, dan lebih indah. Semoga bermanfaat untuk kita beramal. Aamin ya rabba al-‘alamin.
إِنَّ أَحْسَنَ الْكَلَامِ وَأَبْيَضَ النِّظَامِ كَلَامُ اللهِ الْمَلِكِ الْعَلَّامِ وَاللهُ يَقُوْلُ وَبِقَوْلِهِ يَهْتَدُ الْمُرْتَضُوْنَ
أَعُوْذُ بِالله مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ، مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسآءَ فَعَلَيْهَا وَمَارَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيْدِ . بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ مِنَ اْلأٓيَةِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
Discussion about this post